Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj kembali menegaskan, bahwa Presiden Joko
Widodo telah menyetujui Hari Santri Nasional pada
tanggal 22 Oktober. Hal ini dia nyatakan ketika memberi sambutan di
acara pembukaan Nahhdlatul Ulama Cultural and Business (NUCB) Expo 2015,
Rabu (14/10) di Gedung Smesco UKM, Jl Gatot Subroto Jakarta.
“Para santri atas nama bangsa Indonesia dipimpin oleh KH Wahab
Chasbullah berdasarkan dorongan KH Hasyim Asy’ari melawan pasukan NICA
yang ingin kembali menjajah dan menguasai RI,” ungkap Kang Said, sapaan
akrabnya.
Guru Besar Tasawuf ini juga mengungkapkan, meski dalam peperangan
merebut kemerdekaan telah gugur sebanyak 20 ribu pahlawan yang terdiri
dari santri dan rakyat, bangsa Indonesia berhasil mempertahankan
kemerdekaan dari tentara sekutu.
“Kita menang, Brigjen Mallaby, Komandan NICA tewas di tangan seorang
santri dari Pesantren Tebuireng bernama Harun menurut riwayat dalam
peperangan besar tanggal 10 November 1945 di Surabaya,” paparnya.
Dalam masa peperangan menegakkan kemerdekaan, lanjutnya, ada sebanyak
20 Batalyon dari 64 Batalyon yang dipimpin oleh para kiai pesantren.
“Di sinilah peran besar kaum santri dalam perjuangan kemerdekaan RI yang
termotivasi dari fatwa Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari pada tanggal 22
Oktober 1945,” terangnya.
Dengan fatwa jihad tersebut, imbuh Kang Said, bangsa Indonesia
terdorong memperjuangkan dan menegakkan kemerdekaan RI dari tentara NICA
atau sekutu. “Karena fatwa tersebut menyatakan, bahwa membela tanah air
dari tangan penjajah adalah wajib hukumnya dan siapa yang gugur, ia
termasuk syahid,” jelasnya.
Seperti yang di kutip dari kompas.com Presiden Joko Widodo telah
menandatangani Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang penetapan
22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Keppres tersebut ditandatangani Jokowi pada Kamis (15/10/2015) hari ini.
“Menetapkan Hari Santri, yaitu pada 22 Oktober,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis sore.
Pramono menegaskan, 22 Oktober tidak
menjadi hari libur meski telah ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional.
“Dengan keputusan ini, 22 Oktober jadi Hari Santri dan bukan libur
nasional,” ucapnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Pramono menyatakan bahwa akan dihelat
peringatan Hari Santri di DKI Jakarta. Ia mengungkapkan, ditetapkannya
22 Oktober sebagai Hari Santri merupakan usulan dari internal kabinet
dan pihak eksternal yang terkait.
Saat mengikuti kampanye Pemilu Presiden
2014, Jokowi menyampaikan janjinya untuk menetapkan satu hari sebagai
Hari Santri Nasional. Namun, ketika itu, Jokowi mengusulkan tanggal 1
Muharam sebagai Hari Santri Nasional.
Sementara itu, menurut PBNU, tanggal
yang tepat dijadikan Hari Santri Nasional bukanlah 1 Muharam, melainkan
pada 22 Oktober. Pada tanggal itu, perjuangan santri dalam merebut
kemerdekaan tampak menonjol.
Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil
Siradj, 22 Oktober 1945 merupakan tanggal ketika Kiai Hasyim Asy’ari
mengumumkan fatwanya yang disebut sebagai Resolusi Jihad.
Resolusi Jihad yang lahir melalui
musyawarah ratusan kiai dari berbagai daerah tersebut merespons agresi
Belanda kedua. Resolusi itu memuat seruan bahwa setiap Muslim wajib
memerangi penjajah. Para pejuang yang gugur dalam peperangan melawan
penjajah pun dianggap mati syahid.
Sementara itu, mereka yang membela
penjajah dianggap patut dihukum mati. Said juga menyampaikan bahwa
dengan atau tanpa persetujuan pemerintah, PBNU akan tetap merayakan 22
Oktober sebagai Hari Santri Nasional. PBNU telah merencanakan sejumlah
acara dalam rangka perayaan Hari Santri tersebut.
Sumber diambil dari NU.or.id dan Kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar